September 18, 2007

Street Exposure

Ceritanya nih terinspirasi sama Nitsa untuk bikin photo yang fokus pada street photography. Ahirnya bongkar-bongkar koleksi lama dan dikumpulin jadi satu di blog baru Street Exposure. Di blog ini saya bereksperimen buat blog 3 kolom ngikutin panduannya Mas Aroengbinang dan hasilnya cukup lumayan .... silahkan lho kalo mau dikomentari - kritik selalu ditunggu. ... :) . Meskipun di blog ini baru ada beberapa buah photo. Niatnya kalo udah terkumpul agak banyak nanti mau dicetak dalam bentuk buku. Jadi makin bergairah untuk belajar fotografi ... mudah-mudahan semangat yang menggebu-gebu ini nggak luntur. Yah paling tidak seperti kata Nitsa yang penting motret sambil mempelajari kaidah photography yang bener ... ada yang mau nemenin hunting? dengan motto "sing penting motret" meskipun peralatan masih amatir banget (Nikon D50, Nikon 50 mm/1.8D AF, Nikon 18-135 mm/3.5-5.6 G DX AFS, Sigma 70-300 APO DG Macro, Nikon Speedlight SB-600, Manfrotto 718 SHB, Nikon ML-L3, Lowepro Computrekker AW) kalo wish listnya sih ditambah Nikon 80-200 mm atau :D Nikon 70-200 mm VR, Nikon 105 mm Micro VR, Sigma 10-20 mm ... kalo wish listnya langsung diborong yang jelas isteri langsung manyun ... :D

September 5, 2007

Serba-serbi Bern, Switzerland (2)


Saya tiba di Bern kurang lebih pukul 18.30, sambil menunggu teman yang menjemput - saya mencoba melihat-lihat situasi di banhoff, suasananya masih sama seperti tahun sebelumnya cuman agak berbeda karena sedang banyak perbaikan disana sini. Begitu teman yang menjemput datang, kami kemudian sepakat untuk mencari makan malam di sekitar stasiun. Warung makanan Cina menjadi pilihan kami, kita memesan satu piring bebek goreng dan nasi plus nestea seharga CHF 19.98. Kalau ditanya bagaimana rasanya, ya standar masakan yang ada di stasiun - yang penting perut terisi daripada masuk angin mengingat cuaca yang lumayan dingin di luar.

Keesokan harinya sambil menunggu urusan dinas selesai, saya coba berkeliling di sekitar centrum Bern untuk melihat-lihat. Pertama-tama saya menuju ke arah kota tua tepatnya menuju Bern Tourism Center untuk mengambil brosur dan peta kota Bern. Dari brosur City Tours Excursions terlihat beberapa tempat yang cukup menarik, sebagian telah saya kunjungi seperti Interlaken, Jungfraujoch, dan Grindelwald. Akhirnya saya memutuskan untuk mengexplore kota Bern saja, hasilnya bisa terlihat dari beberapa foto berikut :









Salah satu cara paling nyaman untuk mengexplore kota Bern adalah dengan menggunakan tram kemudian dilanjutkan dengan jalan kaki. Tram ini dibagi beberapa zona, akan tetapi tiketnya berlaku jam-jaman, untuk tiket selama satu jam harganya CHF 3,60 dan untuk jarak dekat lebih baik beli tiket 1/2 jam seharga CHF 1,90. Tiket ini berlaku baik untuk tram maupun bus selama jamnya masih berlaku. Coba bandingkan dengan moda tranportasi yang ada di Jakarta - mungkin yang paling mendekati adalah busway bedanya mungkin kalo busway penuh sesak tram disini tidak sampai penuh sesak karena tiap 5 menit pasti datang tram berikutnya ... :D





Hampir lupa saya, bagi penggemar sepatu jangan sampai terlewatkan untuk mengunjungi Bally Outlet yang ada di Schonenwerd, Aarau. Outlet tersebut bisa di capai dari Bern dengan menggunakan kereta api, beli tiket Jurusan Bern - Schonenwerd SO via Olten seharga CHF 56. Cari kereta api jurusan manapun yang lewat Olten, kita turun di Olten kemudian sambung dengan kereta regional jurusan Schonenwerd - dari Olten kita melewati dua stasiun Dulliken, Dainiken terus kita turun di Schonenwerd SO. Begitu kita keluar dari Stasiun terlihat Fashion Fish Outlet, dari outlet ini kita belok kanan kira-kira 25 m akan terlihat Bally Factory Outlet. Harga yang ditawarkan cukup lumayan murah dibanding di Outlet Bally, apalagi kalau bulan Juli ketika musim sale tiba - anda bisa mendapatkan sepatu Bally dengan harga CHF 30 tapi di luar musim sale harga berkisar antara CHF 150 - 500.




Satu hal lagi, kalau ingin mencari souvenir saya sarankan untuk beli di supermarket seperti Coop dan Loeb karena harganya jauh lebih murah ketimbang kalau beli di toko khusus souvenir baik yang di centrum atau di stasiun apalagi di bandara.

Hmm ... apalagi ya ... oh iya ... saya lupa bawa tripod jadi foto-foto Bern di waktu malam blurr semua .... :(

September 4, 2007

Serba-serbi Bern, Switzerland (1)


Tak terasa sudah 5 kali saya menginjakan kaki di Bern - ibukota Swiss, terakhir minggu kemarin tgl 28 Agustus 2007. Banyak pengalaman yang saya dapatkan selama perjalanan ke Swiss. Jadi ingat ketika pertama kali datang ke Swiss untuk mengikuti training, inget ketika naik kereta bayarnya kurang - ceritanya saya dan 2 orang teman mengikuti sebuah training di Swiss dan pada hari minggu ingin pergi ke Geneva untuk mengunjungi seorang rekan. Di stasiun Zurich HB kami celingak celinguk nyari loket karcis tapi yang ketemu malah mesin tiket. Karena tidak ada satupun yang bisa berbahasa Jerman maka kita hanya menebak-nebak apa yang ada di mesin tersebut. Ada satu tombol bertanda 1/2 untuk kelas 2, dan harganya pun paling murah diantara bandrol harga yang ada di mesin itu. Akhirnya kita pilihlah tombol tersebut dan keluarlah tiket untuk kereta kelas 2. Di atas kereta kejadian yang bikin merah pipi karena malu pun terjadi, ketika kondektur memeriksa tiket dengan santainya kita mengeluarkan tiket kita - alamak, kondektur menanyakan Swiss Half Price Pass, horotoyoh kita saling pandang memandang kebingungan karena kagak ngerti pass apa yang diminta. Akhirnya sambil senyum-senyum kita tanya ke kondektur dan dijelaskan, ternyata untuk beli tiket 1/2 yang ada di mesin tiket kita harus punya Swiss Half Price Pass yang bentuknya kayak kartu kredit. Akhirnya sang kondektur mengeluarkan peralatan handheld wireless dan pencet sana pencet sini bikin struk kwintasi dan diserahkan ke kita untuk dibayar kekurangan ongkos kita. Untung kata temen yang ada di Geneva, biasanya kondektur langsung mengeluarkan struk denda.


Memang di Swiss semuanya sudah serba teratur, jadwal kereta pun bisa pas sampai ke menit-menitnya dan yang jelas kita tidak akan bingung untuk mencari connection di tiap stasiun cukup berbekal buku timetable sama lihat layar untuk cek gatenya. Saya akan coba berbagi pengalaman perjalanan saya ke Bern, Swiss. Saya datang ke Swiss menggunakan SwissAir dan turun di Zurich Flughafen. Begitu keluar dari imigrasi kita ambil barang kita dan cari loket penjualan tiket kereta api SBB CFF FFS yang berada di lantai dasar (petunjuk sangat jelas terpasang di setiap sudut bandara Zurich). Di loket, saya memesan tiket jurusan Bern bolak balik alias PP seharga CHF 98 untuk kelas 2. Apabila kita akan kembali ke negara asal melalui Zurich Flughafen lebih baik beli tiket PP yang berlaku selama 2 minggu atau 1 bulan... ihiks jadi kalo kita bangun kesiangan bisa langsung tancap nyari gate kereta di stasiun keberangkatan tidak bingung harus antri beli tiket dulu. Jangan lupa untuk mengambil buku saku timetable kereta yang ada di loket penjualan. Tiket kereta api yang diberikan oleh kasir tertera Zurich Flughafen - Bern via Zurich, Olten - berarti tiket ini berlaku untuk kereta jurusan Bern melalui Zurich HB (main station) dan Olten. Stasiun kereta api Zurich Flughafen ada di lantai bawah tanah bandara Zurich.

Akomodasi di Bern cukup variatif, hotel dengan range harga untuk single bed mulai dari CHF 110 - 450 dan untuk double bed mulai dari CHF 150 - 560 atau bisa juga cari youth hostel atau tempat backpacker biasanya lebih murah. Untuk makanan tergantung dari tempat makannya, kalau Mc Donald sekitar CHF 10 - 15, nasi goreng CHF 35, makanan Cina mulai CHF 15 - 30 tapi yang di banhoff (stasiun kereta) kalau di restoran tentunya kocek akan terkuras secara drastis ... :D . Untuk akomodasi kota Bern juga sering menawarkan paket-paket murah untuk menarik wisatawan semisal 3 malam menginap hanya bayar 2 malam (http://www.berninfo.com) . Untuk tiket kereta, tram atau bus dan tiket masuk museum juga bisa menggunakan pass 1/2 harga atau pass lainnya yang intinya jauh lebih murah ketimbang kalau beli harga normal.(cek disini http://www.myswissapls.com)

bersambung ...

September 3, 2007

Nagabonar : Nasionalisme di era digital

Mungkin sudah ketinggalan saya mengulas film Nagabonar jadi 2, tapi berhubung saya baru berkesempatan nonton film ini kemarin nggak ada salahnya saya menuliskan isi hati saya sehabis menonton film ini. Terus terang berlinang air mata saya ketika melihat film ini. Ketika gaya hidup metropolitan dan paham hedonisme telah merasuki jiwa manusia Indonesia, film ini mencoba memberikan setetes air pelajaran nasionalisme meskipun dibingkai dalam bentuk komedi. Bagian film yang membuat air mata berlinang adalah ketika Nagabonar memberikan penghormatan kepada patung proklamator dan pak Dirman. Jadi ingat doktrin-doktrin kebangsaan yang dulu ditanamkan didalam benak kepala saya... jadi ingat pidatonya Bung Karno "jasmerah" ... doktrin ini mungkin sudah susah ditemui di sekolah-sekolah kita apalagi di layar televisi. Film-film perjuangan pun sudah tidak ada lagi ... semisal Janur Kuning ... dan banyak lagi film lain di masa kecil saya ... yang pasti saat itu saya sangat antusias menonton film-film perjuangan ... masih inget "Temon" bocah kecil di era perjuangan kemerdekaan dalam sebuah film yang saya lupa judulnya.

Ketika televisi kita dipenuhi dengan sinetron-sinetron yang hanya memamerkan kemewahan dan kekayaan, maka bangsa kita akan semakin terlena dininabobokan mimpi-mimpi kemewahan. Lupa untuk bekerja keras, lupa untuk menatap masa depan ... yang ada hanya mimpi (meskipun saya termasuk salah satu penggemar mimpi karena bagi saya "mimpi" adalah suatu visi yang harus dicapai). Mungkin tidak ada salahnya sinetron-sinetron kita menampilkan sisi lain dari sebuah perjuangan untuk membangkitkan rasa nasionalisme kita yang semakin pudar ini. Apakah tidak miris hati ini ketika membaca di sebuah media - sebuah negara kecil Malaysia memperlakukan warga kita dengan semena-mena yang jelas-jelas datang ke Malaysia dengan undangan resmi, mengolok-olok dengan sebutan Indon yang berkonotasi negatif, memperlakukan turis dari Indonesia seolah-olah kayak kriminalis ... belum lagi pelanggaran wilayah di Kalimantan ... di Ambalat ... yang dekade tahun sebelumnya pasti tidak berani... apa sebab karena bangsa kita dalam kondisi yang selemah-lemahnya ... pemerintahnya tidak pernah akur dengan dpr-nya apalagi lsm-lsmnya. Mungkin pelajaran kebangsaan perlu ditumbuhkan lagi, sehingga para pemangku kepentingan negeri ini baik di pemerintahan maupun di dpr bisa secara jernih merumuskan kepentingan nasional kita - tidak hanya memikirkan kepentingan partai dan golongannya saja.