July 24, 2009

Akta Kelahiran dan Carut Marut DPT

Barusan dengerin berita di TPI, ternyata mengurus akta kelahiran membutuhkan biaya yang cukup lumayan Rp. 350.000,-. Bagi orang berduit uang segini tidak ada artinya tapi bagi kaum papa akan terasa sekali. Dalam siaran tersebut Kepala Catatan Sipil DKI mengatakan bahwa Akta Kelahiran bagi keluarga miskin digratiskan, tapi ada kesaksian dari seorang ibu yang diwawancarai ternyata prakteknya masih mengeluarkan ongkos sebesar Rp. 350.000,-.

Sebenarnya syarat untuk mengurus akta kelahiran cukup melampirkan surat kelahiran dari rs/dokter/bidan, foto copy KTP, dan foto copy Akta Nikah. Akta Kelahiran akan selesai dalam waktu 2 minggu. Syarat ini tidak beda jauh ketika saya mengurus Akta Kelahiran buat anak saya di Beograd, bedanya saya bisa mendapatkannya dengan gratis dan cuma memakan waktu 15 menit. Akta yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Beograd kemudian saya laporkan ke KBRI.

Yang ingin saya soroti adalah cara pemberian Akta Kelahiran ini dan hubungannya dengan data kependudukan. Carut marut DPT Legislatif maupun Pilpres bisa dihindari manakala data kependudukan kita valid. Data kependudukan bisa dimulai dari pengurusan Akta Kelahiran ini, begitu seorang bayi lahir, rumah sakit atau bidan yang menanganinya membuatkan surat kelahiran dan menyerahkan ke catatan sipil, Catatan Sipil kemudian membuat nomor induk kependudukan berdasarkan surat kelahiran ini. Begitu sudah tercatat, pihak RS menghubungi orang tua bayi tersebut untuk mengurus Akta Kelahirannya di Kecamatan/Kelurahan yang telah ditunjuk oleh Catatan Sipil dimana berkas-berkasnya sudah ada. Cara-cara itu yang diterapkan oleh Pemerintah Serbia, dimana di akta kelahiran itulah tercantum Nomor Induk Kependudukan (NIK) setiap warganya, beda dengan Akta Kelahiran kita tidak ada Nomor Induk Kependudukannya. NIK di tempat kita ditemukan di KTP yang notabene tidak valid karena KTP bisa dobel-dobel dan data tersebut tidak terintegrasi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Teknologi informasi bisa memecahkan masalah integrasi data ini, yang dibutuhkan adalah kemauan dari para stakeholdernya apakah itu Depdagri, BPS maupun instansi lain yang berkepentingan dengan data kependudukan ini.

Dengan tercantumnya NIK di akta kelahiran, bisa dirujuk untuk setiap keperluan baik itu buat KTP, Pajak, SIM maupun untuk urusan lainnya seperti DPT.

Mudah-mudahan Depdagri dan instansi berwenang lainnya mulai segera merealisasikan Single Identity Number ... lupakanlah ego sektoral masing-masing Departemen untuk kepentingan bangsa ini yang semakin amburadul dalam tata kelola kependudukan.

1 comment:

wisnu utomo said...

hallo mas dadung....setelah mbaca artikelnya...aku jadi tertarik ngasi komen...kebetulan aku sekarang membidangi data & aplikasi kependudukan Provinsi Jawa Tengah...
Tidak dipungkiri adanya carut marut data kependudukan, namun dilihat dari sisi institusi rasanya kurang pas...
Seperti saat kita isi Biodata Penduduk F1.01 khan ada isian yang harus diisi namun dari kita sendiri atau masyarakat lain tidak melengkapi...registrator hanya memasukan apa yang ditulis penduduk jadi memang harus disosialisasikan lagi isian data kependudukan utk masyarakat...begitu pula dgn status penduduk, ada yang tdk lapor saat pindah, datang & mati...jadikan carut marut data bukan dari pihak institusi namun jg masyarakat yg kurang peduli.
Begitu bos komenku...